Press Release Forum Group Discussion CLGS dan ICLD

CLGS dan ICLD Gelar Diskusi Lintas Sektor, Jaring Masukan Bagi Rancangan Perda KTR DKI Jakarta

 

Jakarta, 7 Agustus 2025 – Center for Law and Good Governance Studies (CLGS) dan Indonesia Center for Legislative Drafting (ICLD)  menyoroti proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) DKI Jakarta yang dinilai belum memuat secara proporsional partisipasi bermakna dan pendekatan holistik. Direktur ICLD, Dr Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H. dalam acara Focus Group Discussion (FGD) pada Selasa (5/8), menekankan bahwa kajian ini dilaksanakan demi mewujudkan governance trust dan memastikan rancangan aturan ini menjadi regulasi yang adil dan berimbang antara kepentingan kesehatan dan ekonomi.

Fitri  memaparkan bahwa  ICLD fokus mengkaji dua poin utama yakni aspek formil dan aspek materil atas naskah akademik dan  pasal-pasal di dalamnya.

“Sebagai produk hukum yang lahir dari delegasi UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, Ranperda KTR ini wajib mengakomodir partisipasi bermakna (meaningful participation). Partisipasi bermakna pada dasarnya dilaksanakan dengan menghadirkan pihak-pihak yang terdampak untuk mewujudkan perolehan atas right to be heard, considered dan explained. Kemudian secara substansi, perlu dilakukan harmonisasi yang artinya Ranperda KTR ini tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Yang juga tidak kalah penting adalah holistic approach seperti yang tertuang dalam penjelasan Pasal 151 ayat 2 UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023,  yang memerintahkan agar Perda KTR harus mempertimbangkan seluruh aspek dan dampak atas keberadaan pasal-pasal di dalamnya,” ujar Fitri.

Dari aspek hukum (legalitas), kajian ICLD menunjukkan masih ada norma yang belum sesuai antara pasal dalam Ranperda KTR DKI Jakarta dengan peraturan di atasnya atau UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 dan PP No 28 Tahun 2024. Sebagai delegasi dari aturan di atasnya, ICLD menilai perlu adanya pemisahan rokok elektronik dengan rokok konvensional dalam Ranperda KTR DKI Jakarta.

“Ini bisa dilihat dalam sandingan definisinya  berdasarkan  Pasal 149 ayat (2) dan ayat (3) UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 serta Pasal 429 ayat (3) dan ayat (5) PP Nomor 28 Tahun 2024. Sementara di pasal 1 poin 6 Ranperda KTR DKI Jakarta, belum ada pembeda antara rokok elektrik dan rokok konvensional,” Fitri menjelaskan.

Masih dengan persoalan kesesuaian norma, dalam Pasal 5 ayat (2) Ranperda KTR DKI Jakarta memuat rumusan batasan KTR yang tidak diatur dalam  PP Nomor 28 Tahun 2024, serta aspek perizinan usaha dalam Pasal 17 ayat (3).

“Bahwa rumusan ini  belum memberikan kejelasan dari segi mekanisme teknis prosedur perizinan dan yang paling penting perlu dipastikan kemudahan aksesibilitas pengurusan perizinan bagi UMKM. Maka, sekali lagi, perlu kita mempertimbangkan seluruh pasal-pasal dalam Ranperda KTR ini secara holistik dan proporsional. Karena sesuai delegasi  Pasal 151 ayat (2) UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, bahwa kewenangan pemerintah daerah harus mempertimbangkan secara keseluruhan dampak,” tegasnya.

Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira secara daring menyampaikan dukungan penuh terhadap pentingnya partisipasi publik yang bermakna.

“Kami berupaya mendengar dari berbagai sisi atas kebijakan yang berkepanjangan ini. Terkait pembahasan pasal per pasal, termasuk soal pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter satuan pendidikan, pemisahan rokok elektrik dan rokok konvensional, ada beberapa masukan yang akan kami review. Dengan masukan ICLD hari ini, kami bisa memperkaya dan mempertajam pembahasan ke depan,” ujar Farah.

Ia akan memastikan bahwa keseimbangan aspek ekonomi dan kesehatan turut dijaga dalam proses penyusunan. “Kami menekankan juga terkait meaningful participation dan ini adalah wajib. Harapan dan gagasan berbagai stakeholder pasti kami dengarkan dan mendapatkan gambaran secara utuh,” sebutnya.

Melengkapi kajian ICLD, Imelda, Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan bahwa menjadi sebuah kewajiban agar nantinya peraturan daerah, termasuk Perda KTR,  seluruh muatannya bisa memastikan hubungan antara industri dan pemerintah berjalan beriringan.

“Sudah menjadi tugas kami memastikan semua peraturan daerah harus sesuai dengan peraturan di atasnya. Ini menjadi penting, bukan hanya Perda KTR, tapi semua Perda memang banyak masukan untuk memperkuat pengayaan substansi hukum,” kata Imelda.

Ke depan, Kemendagri akan melakukan evaluasi atas seluruh Perda, termasuk Perda KTR.

“Prinsipnya, kami mendukung segala inisiasi untuk penguatan produk hukum daerah termasuk Perda KTR,” tutup Imelda.

Acara ini dihadiri oleh narasumber dan peserta aktif dari berbagai kalangan. Beberapa di antaranya adalah dr. Dwi Oktavia, TLH, M.Epid selaku Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Eddy Supriadhi, S.S.T. selaku Kepala Subbidang Pengendalian Pajak I Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta, Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta, serta Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, turut hadir pula Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), serta beberapa asosiasi produsen dan konsumen rokok tembakau maupun rokok elektrik.

(*)

Leave A Comment